Begawan Sakri Cerita Rakyat Betawi

Begawan Sakri Cerita Rakyat Betawi

Begawan Sakri - Dahulu kala ada dua orang guru yang mengajarkan ilmu bela diri, namanya Begawan Pulasari dan Begawan Sakri. Masing – masing guru itu mempunyai murid yang banyak dan patuh terhadap perintah gurunya.

Begawan pulasari selalu mengajarkan kepada murid – muridnya agar ilmu yang di pelajarinya digunakan untuk kebaikan. Dia juga berpesan agar jangan sekali – kali ilmunya di gunakan untuk berbuat kejahatan atau merugikan orang lain.

Berbeda dengan Begawan Sakri, ia memberikan kebebasan kepada murid – muridnya untuk menggunakan ilmu yang di pelajarinya sesuai dengan keinginannya.

Kedua guru itu menyebar murid – muridnya ke seluruh pelosok Betawi dan daerah lain di sekitarnya. Murid – murid kedua guru itu kemudian melakukan berbagai kegiatan. 

Pada umumnya, murid – murid Begawan Pulasari banyak dipuji orang karena selalu menolong dan berbuat kebaikan. Sebaiknya, murid – murid Begawan Sakri dibenci dan ditakuti masyarakat karena sering berbuat onar dan kekacauan di kampung – kampung.

Masyarakat Betawi sangat berharap agar perbuatan murid – murid Begawan Sakri dapat dihentikan. Kehadiran mereka selalu menimbulkan keributan. Keadaan semakin tidak menentu setelah seorang murid Begawan Sakri yang bernama Mangitem dating ke kampong itu.

Mangitem berperangai buruk dan mempunyai kebiasaan yang buruk pula. Mangitem suka mabuk – mabukan, merampok, dan menganggu perempuan di kampung. Mangitem berkelana dari satu kampong ke kampung lainnya.

Dalam pengembaraannya, Mangitem selalu berbuat keributan dan kejahatan. Penduduk menjadi resah karena kelakuan Mangitem. Namun, perbuatan Mangitem tidak bisa dihentikan karena ia mempunyai ilmu yang tinggi.

Dipantai sebelah utara terdapat kampong nelayan. Penduduknya terkenal ramah dan saling menghormati satu sama lain. Oleh sebab itu, kampung tersebut selalu aman dan tenteram. Mata pencaharian meraka adalah sebagai nelayan.

Nelayan kerjanya menangkap ikan dilaut. Hasilnya sebagian untuk dimakan dan sebagian untuk dijual. Ketika Mangitem mendatangi perkampungan itu, keadaan menjadi kacau. Penduduk resah dan gelisah. Mangitem sengaja membuat suasana kampong menjadi tidak nyaman.

Dalam kondisi itu, Mangitem dengan seenaknya merampok harta milik penduduk. Dengan ketinggian ilmunya, Mangitem dapat menciptakan panas yang hebat. Panas yang ia ciptakan bisa berubah menjadi api sehingga dapat menimbulkan kebakaran hebat.

Tak seorangpun warga kampong yang menyukai perilaku Mangitem. Mereka berharap ada orang yang mampu mengalahkan ilmu Mangitem. Mereka hanya bisa berdoa agar Mangitem cepat keluar dari kampong mereka.

Junaid, salah seorang murid Begawan Pulasari, mendengar berita keributan dan kekacauan di kampung nelayan yang disebabkan oleh ulah Mangitem. Junaid segera menuju ke kampung itu. Setelah berjalan beberapa hari, Junaid tiba di kampung nelayan.

Terlihat rumah penduduk porak – poranda. Penduduk tampak bersedih serta banyak anak yang menangi karena lapar. Junaid kemudian menelusuri perkampungan itu. Saat sampai di sudut kampung, Junaid mendengar suara ingar – bingar.

Seorang berperawakan tinggi besar dengan wajah seram berdiri di depan pintu sebuah rumah penduduk. Orang itu lalu menegur Junaid dengan kasar.

“Hai, pemuda kampung, mengapa engkau berani dating ke mari. Apakah engkau sudah bosan hidup” ujar Mangitem.

Junaid tidak gentar dengan gertakan Mangitem, lalu ia berkata “Jadi ini yang namanya Mangitem, ayo keluar kalau kamu memang jagoan”

Mendengar anak muda yang berani menantang dirinya, mangitem langsung melompat mendekati Junaid. Mereka saling berhadapan dengan amarah yang sulit dibendung.

Sambil menunjuk Junaid, Mangitem berkata, “sekali lagi aku peringatkan, segera menjauh dari kampung ini, hai pemuda kampung. Apa kamu mau jadi pahlawan, jangan ikut campur urusankau!”

Junaid tidak banyak bicara, ia segera memasang kuda – kuda dan bersiap untuk menyerang. Karuan saja Mangitem jadi berang. Dalam tempo sekejap, Junaid dilabrak Mangitem, namun Junaid dapat menghindar dari serangan itu.

Junaid balik menyerang, dan terjadilah perkelahian dua pendekar yang sama – sama mempunyai ilmu yang tinggi. Pertarungan mereka sangat seru, keduanya saling menyerang dan berusaha mengandalkan kekuatan ilmu yang diberikan gurunya.

Pertarungan tampak berlangsung lama, tapi tidak tampak ada yang kalah. Mangitem tidak menyangka ada orang yang menandingi ilmunya. Junaid teringat salah satu ilmu yang diberikan gurunya, yaitu ilmu lengah.

Junaid berkonsentrasi untuk menerapkan ilmu itu. Junaid memohon kepada yang maha kuasa agar lawannya diberikan kelengahan sehingga ia dapat mengalahkannya. Permohonan Junaid di kabulkan oleh Tuhan yang Maha Esa.

Mangitem pun terlena. Kesempatan itu dimanfaatkan Junaid untuk menghajar perut Mangitem sekuat tenaga hingga tewas. 

Sebelum tewas, Mangitem mampu menghubungi gurunya dengan kekuatan ilmunya. Dalam waktu singkat, gurunya datang ke tempat kejadian. Melihat muridnya dikalahkan, Begawan Sakri sangat geram dan berniat membunuh Junaid.

Sementara itu, Begawan Pulasari sebagai guru Junaid, telah mengetahui kejadian itu lebih awal. Kedua guru itu akhirnya bertemu dan terjadilah perang tanding antara kedua guru yang berilmu tingg. Perang tanding itu sulit dibayangkan karena masing – masing mengeluarkan aji kesaktiannya.

Pada suatu saat , Begawan Sakri lengah dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Begawan Pulasari untuk menghajarnya. Begawan Pulasari merasa kewalahn menghadapi musuhnya. Begawan Sakri kemudian melarikan diri. Begawan Pulasari terus mengejarnya, namun tidak terkejar dan tidak mengetahui di mana ia berada.

Dalam pengejarannya, Begawan Pulasari sampai di suatu kampung. Saat itu, penduduk kampung sedang bersama – sama mendirikan bangunan. Begawan Pulasari tampak kekeheranan, lalu bertanya kepada penduduk kampung itu.

“hai penduduk, apa yang sedang kalian bangun?”

Penduduk merasa ketakutan ketika ditanya Begawan Pulasari. Salah satu dari mereka (tetua kampung) menjawab, “kami sedang membangun masjid, tempat ibadah umat islam”

Mendengar jawaban itu, Begawan Pulasari terheran – heran karena selam ini baru mendegar nama Islam dan bangunan masjid Begawan Pulasari kemudian pamit untuk meneruskan perjalanannya.

Konon, masjid yang dimaksud adalah masjid kuno di daerah Marunda.

Menerapkan nilai luhur dalam cerita Begawan Sakri

Cerita Begawan Sakri merupakan cerita rakyat betawi. Dalam cerita tersebut tersimpan nilai – nilai luhur yang bisa diterapkan dalam hidup sehari – hari. Nilai luhur yang tersimpan dalam cerita Begawan Sakri adalah menerima ilmu dari guru dengan baik, mengamalkan ilmu untuk kebaikan, saling menghargai, dan membantu orang yang membutuhkan.

Tag: Cerita Rakyat Betawi , Begawan Sakri , Historical Story of Jakarta 

0 Response to "Begawan Sakri Cerita Rakyat Betawi"

Post a Comment

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel